Jumat, 24 Februari 2017

PENJAJAHAN JEPANG

Awal terjadinya penjajahan oleh Jepang di Indonesia dimulai pada saat Jepang melakukan penaklukan Asia Tenggara di tahun 1941 dan faksi dari Sumatra menerima bantuan pihak Jepang untuk menjalankan rencana revolusi mereka terhadap pemerintahan Belanda. Satu tahun setelahnya, pihak Jepang akhirnya berhasil menghabisi seluruh pasukan Belanda yang ada di Indonesia. Apa yang dilakukan oleh prajurit Jepang kepada rakyat berbeda-beda tergantung tempat tinggal dan status sosial mereka. Bagi mereka yang tinggal di daerah yang dianggap strategis dalam perang, siksaan, perbudakan, hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya merupakan hal biasa. Yang paling sering menjadi target penganiayaan ini rata-rata adalah orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda.
Menelusuri Sejarah Penjajahan Jepang di Indonesia
Latar Belakang yang Mendasari Penjajahan Jepang di Indonesia
Pada tahun 1941, pasukan Jepang melihat bahwa Amerika, Inggris, dan Belanda harus diperangi bersamaan, apalagi karena Amerika melakukan embargo minyak yang amat mereka butuhkan. Pada tahun itu, Admiral Isoroku Yamamoto mengembangkan strategi perang untuk melakukan dua operasi besar-besaran. Operasi pertama adalah operasi yang dikenal sebagai salah satu penyerangan yang terbesar dalam sejarah Perang Dunia II, penyerangan terhadap basis Armada Pasifik Amerika Pearl Harbor yang terletak di kepulauan Hawaii. Operasi kedua merupakan penyerangan atas Filipina dan Malaya atau Singapura yang kemudian berlanjut ke Jawa.
Minggu pagi tanggal 7 Desember 1941 Jepang melancarkan seranggan rahasia ke Pearl Harbor, ratusan pesawat pembom dan pesawat tempur Jepang diberangkatkan dalam dua gelombang. Penyerangan ini berhasil mencederai daya tempur dan menewaskan ribuan serdadu Amerika. Namun, tiga kapal induk Amerika Serikat selamat karena tidak sedang berada di Pearl Harbor saat serangan berlangsung. Esoknya, pada tanggal 8 Desember 1941, dewan kongres Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan perang terhadap Jepang yang menjadi langkah awal mereka untuk ikut terlibat pada Perang Dunia Kedua.
Penyerangan tadi bagi pasukan Jepang hanyalah permulaan, karena pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari di tahun 1942, Jepang berhasil menduduki Filipina, Tarakan, Balikpapan, Pontianak, Samarinda dan penaklukan terhadap Palembang dilakukan paling akhir. Untuk melawan pasukan Jepang, sebuah komando gabungan yang diberi nama ABDACOM atau American British Dutch Australian Command dibentuk oleh pasukan Sekutu di Bandung dengan Jenderal Sir Archibald Wavell sebagai pemimpinnya. Pada tanggal 5 Maret 1942, Batavia berhasil ditaklukan oleh Jepang dan Belanda secara resmi menyerah pada tanggal 8 Maret 1942. Kejadian ini menandai awal sejarah penjajahan Jepang di Indonesia.
Meskipun tujuan awal mereka memang untuk menduduki Indonesia, pihak Jepang membuat propaganda untuk merebut hati rakyat pribumi. Slogan yang dikenal dengan semboyan 3A tersebut berbunyi “Jepang pemimpin Asia, Jepang cahaya Asia, Jepang pelindung Asia.”
Karena zaman Jepang merupakan pemerintahan militer, tentara Jepang merubah Indonesia menjadi tiga wilayah pengaturan, yaitu:
  1. Tentara XVI bertugas untuk memerintah wilayah Jawa dan Madura dengan Jakarta sebagai pusatnya.
  2. Tentara XXV ditugaskan untuk memerintah Sumatra dengan Bukittinggi sebagai pusatnya.
  3. Armada Selatan II dengan wilayah yang terdiri dari Kalimantan sampai Sulawesi termasuk Nusa Tenggara, Maluku, Papua dengan Makassar sebagai pusatnya.
Romusha dan Penyiksaan Warga
Mengingat situasi mereka yang sedang dalam perang, Jepang mulai berpikir untuk membangun sarana-sarana seperti misalnya kubu pertahanan, jalan, lapangan udara, hingga benteng. Namun, tidak mungkin mereka memerintahkan tentara mereka. Karena hal ini, penjajahan Jepang di Indonesia mungkin adalah sejarah terkejam yang dialami bangsa Indonesia. Puluhan ribu rakyat dijadikan romusha dan dikirim ke kamp-kamp kerja paksa. Puluhan ribu warga Jawa dikirim untuk menerabas hutan dalam pembangunan jalur kereta api di Sumatera, yang melintang dari Muaro Sijunjung hingga Pekanbaru.
Para romusha diperlakukan layaknya bukan manusia. Dari pagi buta hingga senja, mereka harus melakukan kerja kasar tanpa makan maupun perawatan yang menyebabkan kondisi fisik mereka sangat lemah. Kondisi fisik yang lemah ini membuat mereka menjadi semakin rentan akan berbagai jenis penyakit, bahkan hingga meninggal dunia di tempat. Seakan belum cukup, pasukan Jepang juga memberi siksaan seperti cambukan, pukulan, dan menembak para romusha yang berani melawan perintah mereka.
Organisasi Semi Militer
Pihak militer Jepang mengeluarkan kebijakan untuk membentuk organisasi-organisasi semi militer yang berisi rakyat Indonesia. Organisasi-organisasi yang tercatat dalam sejarah penjajahan Jepang di Indonesia adalah:
  1. Seinendan : adalah organisasi pemuda yang berusia antara 15-25 tahun yang kemudian diubah menjadi 14-22 tahun.
  2. Keibodan : adalah barisan pembantu polisi Jepang dengan tugas kepolisian seperti penjagaan lalu lintas. Anggotanya adalah pemuda dengan usia 20-35 tahun yang kemudian berubah menjadi 26-35 tahun.
  3. Heiho : merupakan pembantu prajurit Jepang yang anggotanya berumur antara 18-25 tahun. Untuk menjadi Heiho, seseorang harus berbadan sehat, berkelakuan baik, dan paling tidak telah lulus Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar)
  4. Pembela Tanah Air (PETA) : diprakarsai oleh Gatot Mangkupraja dan disahkan melalui Osamu Seirei No.44 pada 3 Oktober 1943. Banyak anggota PETA yang kecewa pada pemerintah pendudukan Jepang, mendorong pemberontakan PETA di Blitar pada tanggal 14 Februari 1945.
  5. Fujinkai : Organisasi wanita yang anggotanya berusia minimal 15 tahun.
Masa-Masa Akhir Penjajahan Jepang
Pada tanggal 6 Agustus 1945, pasukan perang Amerika Serikat menjatuhkan 2 bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Hal ini membuat Jepang kemudian menyerah kepada sekutu. Momen ini kemudian dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Perjuangan terakhir rakyat untuk merdeka ini akhirnya menjadi bagian penutup sejarah penjajahan Jepang di Indonesia.

PERISTIWA MEJA BUNDAR

Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan (konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia.
Sebelum konferensi ini berlangsung, sebenarnya Indonesia dan Belanda telah melakukan tiga perjanjian besar, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Konferensi ini berakhir dengan setujunya Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

Latar Belakang Terjadinya Konferensi Meja Bundar

konferensi meja bundar dilakukan di tempat ini pada jaman dulu
upload.wikimedia.org
Usaha untuk menggagalkan kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Dunia international mengutuk perbuatan Belanda tersebut. Belanda dan Indonesia lalu mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville.
Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan (PBB) Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecam serangan militer yang dilakukan Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintahan Republik Indonesia. Lalu diaturlah kelanjutan perundingan untuk menemukan solusi damai antara dua belah pihak.
Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk perwakilan Republik Indonesia untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

Tujuan Diadakannya Konferensi Meja Bundar

konferensi meja bundar sedang ditandatangani oleh tokoh nasional dan internasional
http://4.bp.blogspot.com/
  1. Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan Belanda. Khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat.
  2. Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.

Perwakilan Indonesia Dalam Konferensi Meja Bundar

Pada Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Denhaag Pada tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2 November 1949, Indonesia diwakili oleh:
  1. Drs. Hatta (ketua)
  2. Nir. Moh. Roem
  3. Prof Dr. Mr. Supomo
  4. Dr. J. Leitnena
  5. Mr. Ali Sastroamicijojo
  6. Ir. Djuanda
  7. Dr. Sukiman
  8. Mr. Suyono Hadinoto
  9. Dr. Sumitro Djojohadikusumo
  10. Mr. Abdul Karim Pringgodigdo
  11. Kolonel T.B. Simatupang
  12. Mr. Muwardi
Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley.

Isi Dari Konferensi Meja Bundar

  1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang merdeka.
  2. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan.
  3. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk bekerja sama dengan status sukarela dan sederajat.
  4. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
  5. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang dari tahun 1942.
Sementara itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan pengesahan dan tanda tangan bersama piagam persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat antara Republik Indonesia dan BFO.
Di samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja Bundar disampaikan kepada Komite Nasional indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya, KNIP melakukan sidang dari tanggal 6-14 Desember 1949 untuk membahas hasil dari KMB.
Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan suara dari para peserta, hasil akhir yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31 suara meninggalkan ruang sidang.
Dengan demikian, KNIP resmi menerima hasil KMB. Lalu pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat(RIS) dengan caIon tunggal Ir. Soekarno yang akhirnya terpilih sebagai presiden.
Kemudian Ir. Soekarno dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949. Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta.
Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20 Desember 1949. Setelahnya pada tanggal 23 Desember 1949 perwakilan RIS berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani akta penyerahan kedaulatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949, pada kedua negara, Indonesia dan negeri Belanda dilaksanakan upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.

Dampak Dari Konferensi Meja Bundar

Penyerahan kedaulatan Indonesia yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruangan takhta Amsterdam.
Ratu Juliana, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, Perdana Menteri Dr. Willem Drees dan Drs. Moh. Hatta adalah tokoh yang terlibat dalam melakukan penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.
Pada saat yang bersamaan di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink menandatangani naskah penyerahan kedaualatan dalam suatu upacara di Istana Merdeka.
Penyerahan kedaulatan itu berarti Belanda telah mengakui berdirinya Republik Indonesia Serikat dan mengakui kekuasaan Indonesia di seluruh bekas wilayah jajahan Hindia – Belanda secara formal kecuali Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun kemudian.
Sebulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Besar Sudirman yang telah banyak berjuang terutama pada perang gerilya ketika agresi militer Belanda akhirnya wafat pada usia 34 tahun. Beliau merupakan panutan bagi para anggota TNI.

GERAKAN G30S/PKI

Gerakan 30 September 1965/PKI

Di masa demokrasi terpimpin, PKI memperoleh kesempatan yang besar untuk meraih cita-citanya. PKI bercita-cita mengubah negara kesatuan yang berdasarkan Pancasila dengan negara yang berideologi komunis.

D.N. Aidit sebagai pimpinan PKI mendukung konsep demokrasi terpimpin yang berporoskan Nasionalis, Agama, dan Komunis (Nasakom).

A. Tahap Persiapan

PKI melakukan berbagai kegiatan untuk memperoleh simpati dan dukungan luas dari pemerintah dan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan antara lain sebagai berikut.
  1. Mengirim sukarelawan dalam konfrontasi dengan Malaysia.
  2. Melakukan “aksi sepihak” tahun 1963, terutama di Jawa, Bali dan Sumatera Utara dengan membagikan tanah kepada petani.
  3. Melakukan demonstrasi, menuntut kenaikan upah di pabrik-pabrik, perusahaan, dan perkebunan.
  4. Memberikan latihan politik dan militer kepada anggota pemuda rakyat dan gerwani. PKI akhirnya menuntut pemerintah agar membentuk angkatan ke-5 yang terdiri dari buruh, petani, dan nelayan yang dipersenjatai.
  5. Menghancurkan lawan politiknya dengan jalan mendukung pemerintah untuk membubarkan Masyumi, Murba, Manikebu (Manifesto Kebudayaan).
  6. Menyebarkan isu tentang adanya Dewan Jenderal dalam Angkatan Darat yang akan mengambil alih kekuasaan secara paksa dengan bantuan Amerika Serikat. Tuduhan ini dibantah oleh Angkatan Darat. Sebaliknya, Angkatan Darat menuduh PKI yang akan melakukan kudeta.
PKI unjuk kekuatan dengan mengumpulkan massa yang banyak di stadion Senayan Jakarta pada saat merayakan hari ulang tahun PKI.
Gambar: PKI unjuk kekuatan dengan mengumpulkan massa yang banyak 
di stadion Senayan Jakarta pada saat merayakan hari ulang tahun PKI.

B. Tahap Pelaksanaan

Berita tentang semakin memburuknya kesehatan Presiden Soekarno menimbulkan ketegangan di kalangan pemimpin politik nasional. Ketegangan ini mencapai puncaknya pada pemberontakan tanggal 30 September 1965. Sehingga disebut dengan istilah G30S PKI.

Pada dini hari di penghujung bulan September 1965 terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat yang dipimpin langsung oleh Letkol Untung (Komandan Batalyon I Cakrabirawa).

Operasi itu dibantu oleh satu batalyon dari Divisi Diponegoro, satu batalyon dari Divisi Brawijaya, dan orang sipil dari pemuda rakyat.

Para perwira tinggi yang diculik dan dibunuh adalah:
  1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat.
  2. Mayor Jenderal R. Suprapto (Deputi II Pangad).
  3. Mayor Jenderal M.T. Haryono (Deputi III Pangad).
  4. Mayor Jenderal S. Parman (Asisten I Pangad).
  5. Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan (Asisten IV Pangad).
  6. Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat).

Jenderal A.H. Nasution yang menjadi sasaran utama penculikan berhasil meloloskan diri. Akan tetapi, Ade Irma Suryani (putrinya) tewas tertembak para penculik. Sementara itu, Letnan Satu Piere A. Tendean (ajudan Jenderal Nasution) menjadi sasaran penculikan.

Aksi penculikan juga menewaskan Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun (pengawal rumah Wakil Perdana Menteri II Dr. J. Leimena). Rumah J. Leimena berdampingan dengan rumah A.H. Nasution.

PKI sudah menguasai studio RRI Pusat dan gedung telekomunikasi. Melalui RRI, pada tanggal 1 Oktober 1965, Letkol Untung menyiarkan pengumuman tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada jenderal-jenderal anggota Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta (perebutan kekuasaan).
Salah satu adegan dalam film G 30 S/PKI menggambarkan penangkapan dan penculikan seorang jenderal yang dilakukan pasukan Cakrabirawa.
Gambar: Salah satu adegan dalam film G 30 S/PKI menggambarkan penangkapan 
dan penculikan seorang jenderal yang dilakukan pasukan Cakrabirawa.

Presiden Soekarno berangkat menuju Bandara Halim Perdana Kusuma. Presiden Soekarno segera mengeluarkan perintah agar seluruh rakyat Indonesia tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa.

Sementara itu di Yogyakarta, pemberontak G 30 S/PKI yang dipimpin Mayor Mulyono menculik Kolonel Katamso (Komandan Korem 072) dan Letkol Sugiyono (Kepala Staf). Kedua perwira itu dibunuh di asrama Batalyon L di Desa Kentungan (di luar kota Yogyakarta).

C. Menumpas Gerakan 30 September 1965/PKI

Operasi penumpasan G 30 S/PKI dilancarkan pada tanggal 1 Oktober 1965. Mayor Jenderal Soeharto yang menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) mengambil alih komando Angkatan Darat karena Menteri Panglima Angkatan Darat (Letjend Ahmad Yani) belum diketahui nasibnya.
Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima Kostrad memberikan keterangan kepada para wartawan berkaitan dengan aksi G 30 S/PKI.
Gambar: Mayor Jenderal Soeharto selaku Panglima Kostrad memberikan keterangan 
kepada para wartawan berkaitan dengan aksi G 30 S/PKI.

Panglima Kostrad memimpin operasi penumpasan terhadap G 30 S/PKI dengan menghimpun pasukan lain, termasuk Divisi Siliwangi, Kavaleri, dan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo.

Studio RRI pusat, gedung besar telekomunikasi dapat direbut kembali. Operasi diarahkan ke Halim Perdana Kusuma. Halim Perdana Kusuma dapat dikuasai pasukan yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo pada tanggal 2 Oktober 1965.

Karena tidak ada dukungan dari masyarakat dan anggota angkatan bersenjata lainnya, para pemimpin dan tokoh pendukung G 30 S/PKI termasuk pemimpin PKI D.N. Aidit melarikan diri.

Atas petunjuk Sukitman (seorang polisi), diketahui bahwa perwira-perwira Angkatan Darat yang diculik dan dibunuh telah dikuburkan/ditanam di Lubang Buaya.

Pada tanggal 3 Oktober 1965, ditemukan tempat kuburan para jenderal itu. Pengambilan jenazah dilakukan pada tanggal 4 Oktober 1965 oleh RPKAD dan Marinir.

Seluruh jenderal korban G 30 S/PKI dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto untuk dibersihkan dan disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat.

Keesokan harinya bertepatan dengan hari ulang tahun ABRI, 5 Oktober 1965 para jenasah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Mereka diberi gelar Pahlawan Revolusi.
Jenazah para jenderal korban G 30 S/PKI dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Mereka diberi gelar Pahlawan Revolusi.
Gambar: Jenazah para jenderal korban G 30 S/PKI dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. 
Mereka diberi gelar Pahlawan Revolusi.

Untuk mengikis habis sisa-sisa G 30 S/PKI dilakukan operasi-operasi penumpasan, yakni sebagai berikut.
  1. Operasi Merapi di Jawa Tengah dilakukan RPKAD dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo.
  2. Operasi Trisula di Blitar Selatan dilakukan Kodam VIII/Brawijaya yang dipimpin Mayjen M. Yasin dan Kolonel Witarmin.
  3. Operasi Kikis di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dengan adanya operasi-operasi di atas, para pemimpin/tokoh-tokoh PKI dapat ditangkap sekaligus ditembak mati. Operasi penumpasan itu mengakibatkan kekuatan PKI dapat dilumpuhkan.
Tank prajurit TNI melintas di sebuah jalan di daerah Surakarta dalam rangka menumpas gerakan PKI pada tahun 1965.
Gambar: Tank prajurit TNI melintas di sebuah jalan di daerah Surakarta 
dalam rangka menumpas gerakan PKI pada tahun 1965.

Dalam rangka menyelesaikan Gerakan 30 September, pada tanggal 6 Oktober 1965 Presiden Soekarno mengadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora.

Dalam sidang tersebut Presiden Soekarno menyatakan sikapnya demikian:
 Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno menandaskan bahwa mengutuk pembunuh-pembunuh buas yang dilakukan oleh petualang-petualang kontra revolusi dari apa yang menamakan diri Gerakan 30 September. Tidak membenarkan pembentukan apa yang dinamakan Dewan Revolusi. Hanya saya yang bisa mendemisioner kabinet dan bukan orang lain.”

D. Kesatuan aksi dalam menumbangkan Orde Lama

Aksi yang dilakukan oleh Gerakan 30 September segera mendapat perlawanan dan reaksi keras dari masyarakat yang menemukan bukti keterlibatan PKI dalam gerakan tersebut.

Akhir Oktober 1965, persatuan aksi yang dibentuk para mahasiswa, pelajar, dan berbagai organisasi lainnya menuntut pemerintah untuk membubarkan PKI dan organisasi pendukungnya.

Pemerintah tidak segera menanggapi tuntutan masyarakat dan Nasakom tetap dijadikan prinsip kegiatan politik nasional.

Kesatuan aksi pada tanggal 26 Oktober 1965 membentuk satu front, yaitu “Front Pancasila”. Gelombang demonstrasi menuntut dibubarkannya PKI di berbagai daerah.

Hal itu menjurus ke arah konflik politik yang mengakibatkan korban jiwa yang besar di dalam masyarakat, terutama di Jawa, Bali, dan Sumatera Utara.
Para mahasiswa mengadakan demonstrasi menyerukan Tritura di jalan-jalan ibu kota Jakarta
Gambar: Para mahasiswa mengadakan demonstrasi menyerukan Tritura di jalan-jalan ibu kota Jakarta

Isi Tritura

Pada tanggal 10 Januari 1966, kesatuan aksi yang tergabung dalam “Front Pancasila” melakukan demonstrasi di muka gedung DPR-GR.

Mereka mengajukan tiga tuntutan hati nurani rakyat yang dikenal dengan nama “Tritura” (Tiga Tuntutan Rakyat). Isi Tritura adalah sebagai berikut.
  1. Bubarkan PKI.
  2. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI.
  3. Turunkan harga barang.

Aksi menentang PKI ditunjukkan saat pelantikan anggota Kabinet Dwikora yang disempurnakan pada tanggal 24 Februari 1966. Para demonstran menggelar aksi untuk menggagalkan peresmian kabinet.

Dalam bentrokan di depan Istana Merdeka, seorang mahasiswa yang bernama Arief Rachman Hakimgugur terkena tembakan resimen Cakrabirawa. Pada tanggal 25 Februari 1966, Presiden Soekarno membubarkan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

PERISTIWA RENGASDENGKLOK

Peristiwa Rengasdengklok

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kamar peristirahatan Bung Karno di rumah Djiaw Kie Siong.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda antara lain SoekarniWikanaAidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke RengasdengklokKarawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie SiongBendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawatidan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[1]

Latar belakang[sunting | sunting sumber]

Peristiwa+Rengasdengklok.jpg
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.
Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya tetapi ditolak oleh Soekarno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.